PENGERTIAN HIDROPONIK
Apa itu hidroponik? Hidroponik adalah budidaya menanam dengan memanfaatkan air tanpa menggunakan tanah dengan menekankan pada pemenuhan kebutuhan nutrisi bagi tanaman. Kebutuhan air pada hidroponik lebih sedikit daripada kebutuhan air pada budidaya dengan tanah. Hidroponik menggunakan air yang lebih efisien, jadi cocok diterapkan pada daerah yang memiliki pasokan air yang terbatas. Baca Juga Daftar Propinsi di Indonesia
Hidroponik (Inggris: hydroponic) berasal dari kata Yunani yaitu hydro yang berarti air dan ponos yang artinya daya. Hidroponik juga dikenal sebagai soilless culture atau budidaya tanaman tanpa tanah. Jadi hidroponik berarti budidaya tanaman yang memanfaatkan air dan tanpa menggunakan tanah sebagai media tanam atau soilless.
Dalam kajian bahasa, hidroponik berasal dari kata hydro yang berarti air dan ponos yang berarti kerja. Jadi, hidroponik memiliki pengertian secara bebas teknik bercocok tanam dengan menekankan pada pemenuhan kebutuhan nutrisi bagi tanaman, atau dalam pengertian sehari-hari bercocok tanam tanpa tanah. Dari pengertian ini terlihat bahwa munculnya teknik bertanam secara hidroponik diawali oleh semakin tingginya perhatian manusia akan pentingnya kebutuhan pupuk bagi tanaman.
Di mana pun tumbuhnya sebuah tanaman akan tetap dapat tumbuh dengan baik apabila nutrisi (unsur hara) yang dibutuhkan selalu tercukupi. Dalam konteks ini fungsi dari tanah adalah untuk penyangga tanaman dan air yang ada merupakan pelarut nutrisi, untuk kemudian bisa diserap tanaman. Pola pikir inilah yang akhirnya melahirkan teknik bertanam dengan hidroponik, di mana yang ditekankan adalah pemenuhan kebutuhan nutrisi.
Sistem hidroponik bisa digunakan untuk mengatasi masalah kekurangan lahan yang semakin tahun semakin sempit. Diharapkan hidroponik mampu menjadi manfaat untuk masa depan karena mampu diberdayakan dalam kondisi lahan sempit.
SEJARAH HIDROPONIK
Pada mulanya, kegiatan membudidayakan tanaman yang daratan tanpa tanah ditulis pada buku Sylva Sylvarum oleh Francis Bacon dibuat pada tahun 1627, dicetak setahun setelah kematiannya. Teknik budidaya pada air menjadi penelitian yang populer setelah itu. Pada tahun 1699, John Woodward menerbitkan percobaan budidaya air dengan spearmint. Ia menemukan bahwa tanaman dalam sumber-sumber air yang kurang murni tumbuh lebih baik dari tanaman dengan air murni.
Pada tahun 1842 telah disusun daftar sembilan elemen diyakini penting untuk pertumbuhan tanaman, dan penemuan dari ahli botani Jerman Julius von Sachs dan Wilhelm Knop, pada tahun-tahun 1859-1865, memicu pengembangan teknik budidaya tanpa tanah.[1] Pertumbuhan tanaman darat tanpa tanah dengan larutan yang menekankan pada pemenuhan kebutuhan nutrisi mineral bagi tanaman. Dengan cepat menjadi standar penelitian dan teknik pembelajaran, dan masih banyak digunakan saat ini. Sekarang, Solution culture dianggap sebagai jenis hidroponik tanpa media tanam inert, yang merupakan media tanam yang tidak menyediakan unsur hara.
Pada tahun 1929, William Frederick Gericke dari Universitas California di Berkeley mulai mempromosikan secara terbuka tentang Solution culture yang digunakan untuk menghasilkan tanaman pertanian. Pada mulanya dia menyebutnya dengan istilah aquaculture (atau di Indonesia disebut budidaya perairan), namun kemudian mengetahui aquaculture telah diterapkan pada budidaya hewan air. Gericke menciptakan sensasi dengan menumbuhkan tomat yang menjalar setinggi duapuluh lima kaki, di halaman belakang rumahnya dengan larutan nutrien mineral selain tanah. Berdasarkan analogi dengan sebutan Yunani kuno pada budi daya perairan, γεωπονικά, ilmu budidaya bumi, Gericke menciptakan istilah hidroponik pada tahun 1937 (meskipun ia menegaskan bahwa istilah ini disarankan oleh WA Setchell, dari University of California) untuk budidaya tanaman pada air (dari Yunani Kuno ὕδωρ, air ; dan πόνος, tenaga.
Pada laporan Gericke, dia mengklaim bahwa hidroponik akan merevolusi pertanian tanaman dan memicu sejumlah besar permintaan informasi lebih lanjut. Pengajuan Gericke ditolak oleh pihak universitas tentang penggunaan greenhouse dikampusnya untuk eksperimen karena skeptisme orang-orang administrasi kampus. dan ketika pihak Universitas berusaha memaksa dia untuk membeberkan resep nutrisi pertama yang dikembangkan di rumah, ia meminta tempat untuk rumah kaca dan saatnya untuk memperbaikinya menggunakan fasilitas penelitian yang sesuai. Sementara akhirnya ia diberikan tempat untuk greenhouse, Pihak Universitas menugaskan Hoagland dan Arnon untuk menyusun ulang formula Gericke, pada tahun 1940, setelah meninggalkan jabatan akademik di iklim yang tidak menguntungkan secara politik, dia menerbitkan buku berjudul Complete Guide to Soil less Gardening.
Teknik hidroponik banyak dilakukan dalam skala kecil sebagai hobi di kalangan masyarakat Indonesia. Pemilihan jenis tanaman yang akan dibudidayakan untuk skala usaha komersial harus diperhatikan, karena tidak semua hasil pertanian bernilai ekonomis. Baca juga Lapisan Atmosfer Bumi dan Fungsinya
Apa itu hidroponik? Hidroponik adalah budidaya menanam dengan memanfaatkan air tanpa menggunakan tanah dengan menekankan pada pemenuhan kebutuhan nutrisi bagi tanaman. Kebutuhan air pada hidroponik lebih sedikit daripada kebutuhan air pada budidaya dengan tanah. Hidroponik menggunakan air yang lebih efisien, jadi cocok diterapkan pada daerah yang memiliki pasokan air yang terbatas. Baca Juga Daftar Propinsi di Indonesia
Hidroponik (Inggris: hydroponic) berasal dari kata Yunani yaitu hydro yang berarti air dan ponos yang artinya daya. Hidroponik juga dikenal sebagai soilless culture atau budidaya tanaman tanpa tanah. Jadi hidroponik berarti budidaya tanaman yang memanfaatkan air dan tanpa menggunakan tanah sebagai media tanam atau soilless.
Dalam kajian bahasa, hidroponik berasal dari kata hydro yang berarti air dan ponos yang berarti kerja. Jadi, hidroponik memiliki pengertian secara bebas teknik bercocok tanam dengan menekankan pada pemenuhan kebutuhan nutrisi bagi tanaman, atau dalam pengertian sehari-hari bercocok tanam tanpa tanah. Dari pengertian ini terlihat bahwa munculnya teknik bertanam secara hidroponik diawali oleh semakin tingginya perhatian manusia akan pentingnya kebutuhan pupuk bagi tanaman.
Di mana pun tumbuhnya sebuah tanaman akan tetap dapat tumbuh dengan baik apabila nutrisi (unsur hara) yang dibutuhkan selalu tercukupi. Dalam konteks ini fungsi dari tanah adalah untuk penyangga tanaman dan air yang ada merupakan pelarut nutrisi, untuk kemudian bisa diserap tanaman. Pola pikir inilah yang akhirnya melahirkan teknik bertanam dengan hidroponik, di mana yang ditekankan adalah pemenuhan kebutuhan nutrisi.
Sistem hidroponik bisa digunakan untuk mengatasi masalah kekurangan lahan yang semakin tahun semakin sempit. Diharapkan hidroponik mampu menjadi manfaat untuk masa depan karena mampu diberdayakan dalam kondisi lahan sempit.
SEJARAH HIDROPONIK
Pada mulanya, kegiatan membudidayakan tanaman yang daratan tanpa tanah ditulis pada buku Sylva Sylvarum oleh Francis Bacon dibuat pada tahun 1627, dicetak setahun setelah kematiannya. Teknik budidaya pada air menjadi penelitian yang populer setelah itu. Pada tahun 1699, John Woodward menerbitkan percobaan budidaya air dengan spearmint. Ia menemukan bahwa tanaman dalam sumber-sumber air yang kurang murni tumbuh lebih baik dari tanaman dengan air murni.
Pada tahun 1842 telah disusun daftar sembilan elemen diyakini penting untuk pertumbuhan tanaman, dan penemuan dari ahli botani Jerman Julius von Sachs dan Wilhelm Knop, pada tahun-tahun 1859-1865, memicu pengembangan teknik budidaya tanpa tanah.[1] Pertumbuhan tanaman darat tanpa tanah dengan larutan yang menekankan pada pemenuhan kebutuhan nutrisi mineral bagi tanaman. Dengan cepat menjadi standar penelitian dan teknik pembelajaran, dan masih banyak digunakan saat ini. Sekarang, Solution culture dianggap sebagai jenis hidroponik tanpa media tanam inert, yang merupakan media tanam yang tidak menyediakan unsur hara.
Pada tahun 1929, William Frederick Gericke dari Universitas California di Berkeley mulai mempromosikan secara terbuka tentang Solution culture yang digunakan untuk menghasilkan tanaman pertanian. Pada mulanya dia menyebutnya dengan istilah aquaculture (atau di Indonesia disebut budidaya perairan), namun kemudian mengetahui aquaculture telah diterapkan pada budidaya hewan air. Gericke menciptakan sensasi dengan menumbuhkan tomat yang menjalar setinggi duapuluh lima kaki, di halaman belakang rumahnya dengan larutan nutrien mineral selain tanah. Berdasarkan analogi dengan sebutan Yunani kuno pada budi daya perairan, γεωπονικά, ilmu budidaya bumi, Gericke menciptakan istilah hidroponik pada tahun 1937 (meskipun ia menegaskan bahwa istilah ini disarankan oleh WA Setchell, dari University of California) untuk budidaya tanaman pada air (dari Yunani Kuno ὕδωρ, air ; dan πόνος, tenaga.
Pada laporan Gericke, dia mengklaim bahwa hidroponik akan merevolusi pertanian tanaman dan memicu sejumlah besar permintaan informasi lebih lanjut. Pengajuan Gericke ditolak oleh pihak universitas tentang penggunaan greenhouse dikampusnya untuk eksperimen karena skeptisme orang-orang administrasi kampus. dan ketika pihak Universitas berusaha memaksa dia untuk membeberkan resep nutrisi pertama yang dikembangkan di rumah, ia meminta tempat untuk rumah kaca dan saatnya untuk memperbaikinya menggunakan fasilitas penelitian yang sesuai. Sementara akhirnya ia diberikan tempat untuk greenhouse, Pihak Universitas menugaskan Hoagland dan Arnon untuk menyusun ulang formula Gericke, pada tahun 1940, setelah meninggalkan jabatan akademik di iklim yang tidak menguntungkan secara politik, dia menerbitkan buku berjudul Complete Guide to Soil less Gardening.
Teknik hidroponik banyak dilakukan dalam skala kecil sebagai hobi di kalangan masyarakat Indonesia. Pemilihan jenis tanaman yang akan dibudidayakan untuk skala usaha komersial harus diperhatikan, karena tidak semua hasil pertanian bernilai ekonomis. Baca juga Lapisan Atmosfer Bumi dan Fungsinya