Bedolob, Pengadilan Terakhir Suku Dayak Agabag











Suku
Dayak Agabag tinggal di  kawasan paling
utara dari provinsi Kalimantan Utara. Tepatnya di Kec. Lumbis Ogong, Kec.Lumbis, Kec.Sembakung, Kec.Sembakung Atulai,
Kec.Sebuku dan Kecamatan Tolin Onsoi yang semuanya masuk dalam teritorial
Kabupaten Nunukan.





Dalam
kehidupannya sehari-hari, masyarakat yang sebagian wilayahnya berbatasan (sempadan)
langsung dengan Malaysia tersebut sangat, menjunjung tinggi norma-norma adat
istiadat yang berhubungan dengan agama dan sosial. Hal ini dapat dilihat dari
kehidupan sehari-hari masyarakat.





Didalam
penyelesaian sebuah permasalahan, masyarakat Dayak Agabag lebih mengedepankan
sistem kekeluargaan dan dialog. Itulah yang membuat kehidupan masyarakat,yang
baru-baru ini saja santer menjadi pemberitaan karena 21 Desa dari wilayah
tersebut ternyata mendiami wilayah OBP (outstanding boundary problem, wilayah
sengketa Indonesia -Malaysia), tersebut tetap hidup harmonis





Jika
ada sebuah masalah, biasanya akan dimediasi oleh Tetua Adat agar permasalahan
bisa berahir damai. Namun jika sudah beberapa kali mediasi permasalahan tak
kunjung menemukan titiik temu, masyarakat akan menempuh jalan terahir, yakni
melakukan Ritual Bedolob.





Pantauan
indeksberita Sabtu (22/10), ritual ini digelar di Desa Pelita, Kab Malinau,
yang oleh masyarakat setempat diyakini sebagai Pengadilan Tuhan. Namun karena
tingginya sanksi baik sosial dan psikologis, membuat masyarakat disana tidak
gegabah menjalani Ritual tersebut. Kasus yang diselesaikan dengan tradisi
Bedolob ini adalah beragam, mulai dari kasus perselingkuhan, pencurian,
pembunuhan, hingga sengketa tanah.





Lumbis,
seorang tokoh Dayak Agabag mengatakan bahwa Bedolob itu adalah pengadilan
tertinggi Dayak Agabag ketika ada persoalan tak bisa diselesaikan dengan cara
kekeluargaan.





“Sebaiknya
jika persoalan itu masih bisa diselesaikan sevara kekeluargaan, janganlah
lakukan Bedolob. Karena efek yang harus ditanggung oleh pihak yang salah,
disamping sanksi sosial juga bisa berakibat pada kematian. Dan itu tak perlu
menunggu lama” kata Lumbis.


Menggelar
Bedolob memerlukan tempat pelaksanaan yang mengharuskan di sungai, tetua adat
juga harus mempersiapkan persyaratan seperti kayu rambutan hutan atau kalambuku
sebagai penanda lokasi pelaku Bedolob juga persyaratan upacara pemanggilan roh
leluhur.





Untuk
pemanggilan roh leluhur dibutuhkan upacara serta peralatan seperti beras
kuning, jantung pisang, kain kuning, kain merah dan pohon kalambuku. Dalam
upacara pemanggilan roh, semua roh nenek moyang dari darat, dari laut dipanggil
untuk menyaksikan jalannya prosesi Bedolob.








Setelah
upacara ritual pemanggilan roh, kedua belah pihak yang bersengketa kemudian
dipersilakan masuk ke sungai sebagai arena upacara. Di sungai tersebut tetua
adat telah menancapkan 2 buah kayu kalambuku dengan kedalaman sekitar
sepinggang orang dewasa.





Dua
tajak dari kayu rambutan hutan tersebut selain sebagai penanda arena upacara
juga sebagai penanda tempat kedua warga yang bertikai untuk melakukan
penyelaman. Dalam tradisi Bedolob dipercaya, orang yang tidak bersalah selama
menyelam di dalam air akan bernafas seperti biasanya mereka di darat. Mereka
tidak mengalami kesulitan bernafas.





Sementara
bagi yang bersalah, dipercaya mereka akan mendapat gangguan dari binatang air
maupun dari roh-roh leluhur mereka. Bisanya orang yang bersalah bisa mengalami
pendarahan dari hidung dan telinga jika nekat bertahan di dalam air. Bahkan
bila fatal bisa mengakibatkan kematian.





Masyarakat
Dayak Agabag akan terus memelihara tradisi Bedolob sebagai upacara pengadilan
Tuhan yang mereka warisi dari leluhur mereka.














Share this

Related Posts

close