Telah Ditemukan Ular Bersayap !! Penemuan Terbaru










Dalam berbagai mitologi banyak terdapat cerita mengenai
kehadiran ular bersayap. Ada Ophis Pterotos di mitologi Yunani dan Zilant pada
mitologi Turki atau Tatar. Tentu saja belum pernah ditemukan bukti pernah
hidupnya ular bersayap di Bumi, sehingga kedua makhluk itu sebatas hidup dalam
cerita legenda.





Kini, ular bersayap di Bumi itu hanya sebatas legenda,
sepertinya bakal dipikirkan ulang.





Sekelompok peneliti di Situs Gray Fossil, Tennessee,
Amerika Serikat, menemukan fosil ular yang diperkirakan hidup sekitar 5 juta
tahun lalu. Istimewanya, hasil penelitian kemudian menunjukkan bahwa ular
tersebut memiliki "sayap".





Para peneliti lalu menyebutnya dengan spesies
Zilantophis schuberti.





Nama tersebut merupakan gabungan dari Zilant untuk
menghormati mitologi Tatar dan Blaine Schubert, direktur eksekutif Don
Sundquist Center of Excellence in Paleontology. Schubert adalah dosen
pembimbing Steven Jasinski dan David Moscato, dua ahli peleontologi yang
meneliti fosil tersebut.





Akan tetapi, tak seperti penggambaran pada mitologi,
Zilantophis schuberti tidak bisa terbang seperti burung. Kata "sayap"
dipakai oleh para ahli untuk menunjukkan adanya tonjolan di sisi vertebra
binatang tersebut. Demikian dipaparkan oleh Live Science





Dua tonjolan berbentuk sayap inilah yang menarik
perhatian para peneliti dan membuat mereka sadar bahwa fosil yang ditemukan
tersebut merupakan spesies ular baru. Vertebra merupakan kunci untuk
mengklasifikasi fosil ular, menurut Steven Jasinski, mahasiswa doktoral di
University of Pennsylvania dan kurator di Museum Pennsylvania.





Jasinski adalah penulis utama hasil penelitian terhadap
fosil tersebut.





"Ular tidak memiliki tangan atau kaki, justru
mereka memiliki tulang belakang yang sangat banyak." kata Jasinski dalam
siaran pers University of Pennsylvania. "Ini yang biasa dipakai oleh ahli
paleontologi untuk mengidentifikasi fosil ular."





Tubuh Zilantophis hanya sebesar jari tangan manusia dan
panjangnya mencapai 30-40 cm. Berdasarkan silsilah vertebra, Zilantophis sangat
dekat dengan tikus ular (Pantherophis) dan kingsnakes (Lampropeltis) yang saat
ini banyak ditemukan di Amerika Utara.





Meski mempunyai ukuran kecil, namun ular ini relatif
fleksibel dan kuat. Dalam lingkungannya, ular ini hidup di dedaunan dan
bertindak sebagai predator dengan memakan serangga, cacing, ikan kecil, dan
hewan amfibi kecil. Semua makanan itu dapat ditemukan di Gray Fossil.







Situs Gray Fossil ialah salah satu tempat fosil terkaya
di Negara Amerika Serikat, khususnya di periode Neogene pada 23 juta sampai
2,58 juta tahun yang lalu.





Berdasarkan spesies punah yang ditemukan di sana, para
peneliti memperkirakan berusia 7 hingga 4,5 juta tahun yang lalu, batas antara
zaman Miocene (23 sampai 5,33 juta tahun yang lalu) dan Pliocene (5,33 sampai
2,58 juta tahun yang lalu).





Ini ialah salah satu situs tertua di wilayah AS timur
yang keberadaannya kurang dikenal dalam prasejarah.





Pada saat Zilantophis masih hidup di kawasan yang
dikelilingi oleh hutan itu, bermacam-macam hewan lokal ada di sana seperti
beruang, berang-berang, dan salamander. Binatang eksotik lainnya yaitu buaya, badak,
dan beruang merah (Pristinailurus bristoli) juga boleh ditemukan di sana.





Akan tetapi, kehidupan ular berbentuk unik tersebut
tidak bertahan lama karena semuanya berevolusi mengikuti perkembangan waktu.
Dituturkan Seeker (15/5). Pada saat itu, habitat mereka yang berupa hutan mulai
berganti menjadi rerumputan.





"Ular adalah bagian yang sangat penting di dalam
ekosistem, baik hari ini maupun di masa lalu," kata Jasinski pada Penn
News. "Setiap fosil dapat membantu menceritakan kisah dan bukti yang
menunjukkan gambaran yang lebih jelas mengenai masa lalu, dan juga alat untuk
memprediksi bagaimana masyarakat yang hidup bisa merespon perubahan di masa
depan."








































































Studi ini didukung oleh National Science Foundation,
kantor penelitian dan sponsor di East Tennessee State University dan Don
Sundquist Center of Excellence in Paleontology.



Share this

Related Posts

close