Samurai Wanita Terakhir










Film
The Last Samurai Ialah salah satu film hebat yang menjadi kegemaran saya
sehingga sekarang. Salah satu babak yang tidak dapat saya lupakan ialah babak
perang terakhir diantara pasukan Samurai yang disertai oleh Tom Cruise
berhadapan dengan tentara Maharaja Jepang yang lengkap dengan senjata moderen.
Dikatakan bahwa film ini adalah berdasarkan kisah yang sebenarnya.







Namun demikian taukah anda bahwa kisah pemberontakan
Samurai seperti dalam film tersebut bukanlah satu-satunya kisah yang pernah
terjadi di Jepang. Malah selain daripada kisah The Last Samurai seperti yang
telah difilmkan itu ada satu lagi kisah yang kurang populer yakni The last
Samurai Women. Ya, terdapat peristiwa yang terjadi pada zaman tersebut yang
melibatkan perjuangan golongan wanita dari keluarga Samurai.





Wanita pahlawan dari Samurai yang saya maksudkan adalah,
Nakano Takeko serta para pengikutnya yang hidup tahun 1847-1868. Beliau adalah
wanita dari samurai yang bernama Aizu. Samurai Aizu adalah salah satu Samurai
yang paling dihormati dan paling terkenal di Jepang. Samurai ini telah lama
menjadi Samurai utama yang menjaga keselamatan Shogun. Oleh karena itu para wanita
yang lahir dari keluarga ini biasanya akan dilatih dalam seni mempertahankan diri
termasuk memakai senjata bagi menjaga harga diri keluarga dan keselamatan rumah
mereka dari serangan musuh.





Dalam sejarah Jepang sebenarnya telah ada banyak pahlawan-pahlawan
wanita yang turut  turun ke medan perang
. Namun demikian oleh karena dalam budaya Jepang kedudukan lelaki  lebih tinggi dari wanita dan tugas menjaga
keselamatan negara serta kehormatan keluarga hanya menjadi tanggung jawab untuk
lelaki, maka sumbangan para wanita selalu  tidak tercatat dan disudutkan di dalam
lembaran sejarah. Kecuali untuk beberapa keadaan tertentu dalam sejarah yang
melibatkan wanita yang berstatus tinggi. Namun tetap saja kurang terkenal
dibanding sejarah para pahlawan lelaki.





Nakano
Takeko ialah salah seorang daripada mereka. Sejak dari kecil beliau telah
diajarkan bermain pedang serta sejenis senjata yang disebut Naginata atau pedang
tombak. Malah menurut penerus keluarga Samurai Aizu yang masih ada sehingga
sekarang, kehebatan Takeko dalam bermain Naginata sehingga beliau berhasil
mengalahkan gurunya yang juga merupakan bapak saudara beliau sendiri. Setelah
berhasil mengalahkan bapak saudaranya beliau menolak untuk dikawinkan oleh
keluarganya dengan lelaki yang telah dipilih pihak keluarga dan membuat keputusan
untuk menjadi pelatih seni mempertahankan diri dan Naginata di Edo.





Dalam tempo tersebut kekuasaan barat mulai masuk ke Jepang
untuk mendapatkan pasar perdagangan. Setelah terjadinya sedikit konfrontasi
diantara Kerajaan Jepang dan pihak barat terutama dengan  Amerika, Maharaja Jepang terpaksa
menandantangani perjanjian perdangangan dengan pihak barat. Keadaan ini tidak
disukai oleh para Samurai sertapihak Shogun karena mereka beranggapan Maharaja
telah menjadi boneka barat dan mencemarkan harga diri Jepang.





Pendek cerita, telah terjadi konflik diantara pendukung
Maharaja dengan pendukung Shogun. Pihak tentara Maharaja yang telah dilengkapi
dengan senjata moderen dari barat yang serba canggih telah mengalahkan Shogun
dan berhasil menawan wilayah yang dikawal oleh Shogun. Akhirnya Shogun menyerah
kalah kepada Maharaja.





Namun demikian pengikut mereka terutama dari pihak
Samurai Aizu masih tidak mahu menyerah kalah. Dalam perang saudara ini yang
menariknya bukan saja lelaki yang terlibat malah juga para wanita. Takeko bukan
seorang diri dalam peristiwa ini tetapi beliau turut menyertai oleh ramai lagi para
pahlawan wanita dari pihak Aizu. Sebenarnya dalam budaya Jepang tidak ada
sebutan Samurai Wanita. Biasanya istilah yang digunakan untuk para pahlawan
wanita dari keluarga Samurai ini adalah Onna-bugeisha .














Dalam pertempuran yang dipanggil sebagai The Battle of
Aizu ini Takeko menjadi ketua sekumpulan wanita pihak Aizu untuk menyerang
tentara Maharaja yang lengkap dengan senjata api. Pasukan wanita ini digelarkan
sebagai Aizu Joshitai. Takeko dan pasukannya telah menyerang tentara Maharaja
dibagian depan sebaik saja pasukan tentera Maharaja melepaskan tembakan yang
pertama. Dalam ruang waktu yang singkat ini beliau dan pasukannya telah berlari
ke arah tentara musuh dengan menghayunkan Naginata.





Apabila
tentara Maharaja melihat pasukan yang menyerang mereka didepan adalah para
wanita, mereka telah membuat keputusan untuk tidak menembak sebaliknya terus
berhadapan dengan pahlawan wanita tersebut dengan bayonet untuk menangkap
mereka hidup-hidup. Mereka menyangka pasukan Takeko hanya pasukan wanita lemah
yang diberikan senjata untuk mempertahankan diri . Namun alangkah terkejutnya
mereka, melihat bahawa pasukan wanita yang menyerang mereka ini bukan wanita
biasa tapi wanita pahlawan yang terlatih dalam ilmu perang. Banyak daripada
tentara Maharaja yang mati akibat hayunan Naginata dari pasukan Takeko ini.





Takeko dikatakan telah berhasil membunuh lebih kurang
enam orang tentara musuh sebelum beliau sendiri ditembak dan cedera parah.
Setelah beliau ditembak, adiknya yang baru berusia 16 tahun yang turut sama
dalam dalam pasukan wanita tersebut telah memenggal kepala Takeko untuk
mencegah kepala kakaknya itu dijadikan trofi oleh pihak musuh. Adik Takeko
berhasil menyelamatkan diri dan kepala tersebut telah diserahkan kepada seorang
sami untuk dikebumikan.Walaupun pertempuran tersebut akhirnya dimenangi oleh
pihak Maharaja, namun pihak Aizu yang bertahan didalam Kota tidak mau menyerah
dan akhirnya setelah sebulan kubu mereka dibedil dengan meriam bertubi-tubi
mereka terpaksa menyerah.





Namun para wanita pihak Aizu tidak rela jika tubuh mereka
dijamah oleh musuh atau dijadikan pemuas nafsu oleh musuh. Karena sudah menjadi
kebiasaan peperangan dalam budaya Jepang, jika sesebuah kubu itu jatuh maka
para wanitanya akan menjadi korban pemerkosaan atau dijadikan hamba pihak
musuh. Oleh karena itu mereka semua telah bertindak melakukan bunuh diri.
Dikatakan semasa tentara musuh masuk ke kubu tersebut didapati  200 mayat wanita Aizu yang mati membunuh diri.
Oleh karena pertempuran Aizu ini adalah pertempuran yang menandakan berakhirnya
kewujudan kelas bangsawan Samurai, maka Takeko bisa dikatakan sebagai salah
seorang Samurai wanita terakhir.












Begitulah kisah mengenai The Last Samurai Women yang jarang
sekali kita dengar. Sehingga sampai hari ini pihak Samurai Aizu masih mengingat
jasa dan kepahlawanan Takeko dan mereka masih meneruskan tradisi untuk melatih
para wanita bertempur dengan pedang dan Naginata. Walaupun dalam lembaran
sejarah peranan pahlawan wanita dari keluarga Samurai ini disudutkan dan tidak
diberikan informasi yang meluas, namun jasa, semangat kepahlawanan dan
pendirian mereka patut untuk dikenang dan jadikan teladan. Sekian.













Share this

Related Posts

close